Dibangun Akibat Kekeringan, Kini Memprihatinkan
Foto-Mallombasang/Fajar
DARI BATU CANDI. Pembuatan mercur (peluncuran air , red) ini terbuat dari batu candi yang diambil dari Kabupaten Bantaeng.
Tidak sedikit
irigasi yang dibangun pemerintah di era kepemipinan Soeharto. Tapi,
Kelara tercatat irigasi pertama yang dibangun di Sulsel.
DARI BATU CANDI. Pembuatan mercur (peluncuran air , red) ini terbuat dari batu candi yang diambil dari Kabupaten Bantaeng.
Laporan: Mallombasang, Jeneponto
KALA itu irigasi Kelara yang dibangun di Jeneponto
sebagai proyek penanggulangan kemanusiaan akibat kekeringan yang
melanda daerah ini selama sembilan bulan. Dampak dari itu, masyarakat
Jeneponto mengalami krisis pangan dan terjadi kelaparan di mana-mana.
Sehingga pemerintah memikirkan mencari solusi agar Jeneponto keluar
dari persoalan berkepanjangan ini yang bisa berdampak pada kelaparan.
Gayung bersambut. Dirintislah irigasi yang terletak di Dusun Tolo
Utara, Kelurahan Tolo Utara, Kecamatan Kelara -- 20 kilometer dari Kota
Bontosunggu. Irigasi itu diberi nama Kelara.
Untuk mencapai irigasi tersebut, pengunjung harus berhati-hati menggunakan kendaraan karena jalan sangat terjal.
Tak banyak warga yang tahu tentang sejarah pembangunan irigasi
tersebut. Daeng Nurung, 46, penjaga pintu induk Irigasi Kelara yang
bermukim di sekitar lokasi mengaku belum banyak tahu dengan seluk beluk
pembuatan irigasi ini. “Saya tinggal di sini dan bekerja sebagai penjaga
pintu sekitar 1997 lalu. Yang saya tahu hanyalah ukuran mercur lantai
bendung dengan lebar 30 meter," ujarnya.
Kepala Bidang Pengairan Azis Hamsah yang dihubungi menunjuk seorang
stafnya yang mengetahui banyak sejarah irigasi itu. Dia adalah
Haeruddin Situju.
Pria berusai 52 tahun ini menjelaskan, pembangunan Irigasi Kelara
tak bisa dipisahkan dari gagasan besar seorang insinyur pertama berasal
dari Jawa bernama Mujito dan mantan kepala dinas Pekerjaan Umum (DPU) di
Jeneponto pada 1986. “Ia memiliki ide besar ingin mengintegrasikan
seluruh pengairan di Jeneponto. Mulai dari Irigasi Kelara I sampai II
dibangun,” ujar bapak tiga anak itu.
Kala itu, Mujito melakukan pengumpulan data di sekitar Irigasi.
Sejak tahun 1970-an muncul ide Mujito dengan gagasan awal membangun
irigasi Kelara yang dianggap paling mendesak untuk penyediaan air baku.
Mujito lalu merencanakan pembangunan bendung sebagai tempat
penampungan air untuk mengairi persawahan yang dilanda kekeringan.
Mujito tidak bekerja sendiri dalam perencanaan tersebut. Ia dibantu
stafnya Amiruddin Barana.
Awal pembangunannya dimulai pada tahun 1969 saat Gubernur A Lamo
memimpin Sulawesi Selatan. Pada tahun 1973, irigasi itu rampung
dibangun. “Ada empat bukit kecil yang harus diledakkan untuk membuat
bendung,” kata Haeruddin yang mulai honor di Bidang Pengairan DPU
Jeneponto tahun 1977.
Tidak sedikit warga yang menjadi korban karena longsor
saat bukit itu diledakkan. Malah, kata Haeruddin Situju, kala itu orang
tuanya nyaris dibunuh masyarakat. “Tetapi setelah berbagai pendekatan,
masyarakat mulai sadar bahwa pembangunan ini akan berdampak positif
terhadap kesejahteraan mereka,” katanya.
Debit air sungai Kelara yang sangat kecil tidak mampu mengairi
perswahan pada saat musim kering. Karena tidak adanya sumber mata air,
maka dibuatlah tiga torowongan besar berukuran 3 x 3 meter di sekitar
gunung wilayah itu.
Ketiga torowongan itu memiliki panjang sekitar satu
kilometer. Belakangan, pada 1985 dibangunlah Irigasi Kelara II dengan
mendirikan terowongan yang berbatasan Kabupaten Gowa agar bisa menyulai
irigasi Kelara.
Kini, di atas torowongan itu sudah dibuatkan jembatan penyebarangan yang dapat dilalui angkutan untuk tembus ke Kabupaten Gowa.
Irigasi Kelara dibuat dengan ketinggian muka air maksimum 10 meter
sehingga bisa menampung 9 kubik air per detik. Pembuatan Irigasi Kelara
dilakukan nonstop. Malah, para pekerja saat itu tidak diberikan upah,
karena dianggap sebagai proyek kemanusian. "Hanya bekerja gotong
royong," kisah Haeruddin.
Haeruddin juga mengisahkan saat Jeneponto dilanda kekeringan
berkepanjangan yang mengakibatkan banyak warga kelaparan. Akibatnya,
didatangkanlah makanan dari Amerika bernama "Bulgur " untuk dibagikan
kepada masyarakat.
Bulgur itu, kata Haeruddin, bila dimasak satu liter hasilnya bisa
dimakan banyak orang. "Satu liter Bulgur bisa menghasilkan lima liter
bila dimasak," kata Haeruddin.
Pembangunan irigasi menghabiskan waktu yang cukup lama hingga dapat dioperasikan pada 4 Maret 1973 yang diresmikan Presiden Soeharto. Pada masa Repelita I, areal persawahan yang dapat dialiri baru berkisar 2.000 ha hectare pada masa pemerintahan Bupati Mora Bilu.
Kini, setelah dibangun Irigasi Kelara II sudah mampu mengaliri
10.000 hektare sawah. Sayangnya, pembagian air di wilayah ini tidak
terdistribusi dengan baik. Padahal, kalau masyarakat Jeneponto mengerti
dan memahami mengenai penggunaan air, Haeruddin yakin, Jeneponto bisa
menjadi lumbung beras.
Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Jeneponto Azis
Hamzah mengatakan, Irigasi Kelara ini dikelola Dinas PSDA Provinsi
Sulsel. Kini, cukup memprihatinkan. Bahkan, irigasi yang menjadi andalan
Jeneponto itu dilaporkan sudah banyak sedimentasi yang masuk ke
torowongan skunder.
“Insya Allah, kalau musim kemarau tiba kita bisa
melakan pengerukan untuk meminimalisasi sedimentasi yang terjadi.
Apalagi debit airnya hanya sekitar 1meter dari 10 meter kondisi normal,”
katanya. Menurut dia, bila dilakukan pengerukan target bisa dicapai dengan mengairi 126 ribu hektare sawah. (*)