Pentingnya Independensi Penyelenggara Pemilu


Oleh: Mallombassang

SALAH satu perwujudan keterlibatan rakyat dalam proses politik adalah pemilihan umum (pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara dalam periode waktu tertentu. Ide demokrasi yang menyebutkan bahwa dasar penyelenggaraan negara adalah kehendak rakyat merupakan dasar bagi penyelenggaraan pemilu. Maka ketika demokrasi mendapatkan perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara.

Pemilu memiliki fungsi utama dalam hal sirkulasi elite yang teratur dan berkesinambungan. Sebuah kepemimpinan yang lama tanpa dibatasi periode tertentu, dapat menjurus pada pada kepemimpinan yang korup dan sewenang–wenang. Banyak contoh dalam sejarah dunia yang memperlihatkan betapa kekuasaan yang absolut, tanpa pergantian elite yang teratur dan berkesinambungan, mengakibatkan daya kontrol melemah dan kekuasaan menjadi korup dan sewenang-wenang.

Cara termudah yang dilakukan adalah mengatur sedemikian rupa teknis penyelenggaraan pemilu agar hasil dari pemilu memberi kemenangan mutlak bagi sang penguasa dan partai politiknya. Pemilu merupakan ikon demokrasi yang dapat dengan mudah diselewengkan oleh penguasa otoriter untuk kepentingan melanggengkan kekuasaannya. Maka selain teratur dan berkesinambungan, masalah sistem atau mekanisme dalam penyelenggaraan pemilu adalah hal penting yang harus diperhatikan.

Disepakati bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat (legislatif) dan pemerintah (eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun demokratis.

Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan. Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak–hak politik yang sama dan dijamin oleh undang–undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.

Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya

Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.

Ketiga, pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan–perbedaan di masyarakat.

Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan "teken kontrak" dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satu periode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.

Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.

Faktor lain yang menjadi tantangan penyelenggaraan pemilu adalah mengenai proses pendaftaran pemilih. Pendaftaran pemilih merupakan faktor penting dalam menentukan proses keberhasilan pemilu, dimana tingkat partisipasi rakyat dalam memilih wakilnya dapat terakomodasi dari terdaftar atau tidaknya mereka dalam pemilu. Salah satu tugas penyelenggara pemilu pada pemilu yang akan datang adalah memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya dalam daftar pemilih, Untuk itu salah satu tugas awal penyelenggara pemilu adalah segera melakukan pembenahan terhadap data pemilih yang mengacu kepada data pemilih Pilkada Jeneponto 28 Oktober 2008 lalu.

Salah satu standar yang menjadi tolok ukur demokratis atau tidaknya penyelenggaraan pemilu adalah badan penyelenggara pemilu yang mampu menyelenggarakan pemilu dengan baik. Beberapa persoalan yang perlu disorot dalam tulisan ini merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah Kabupaten Jeneponto. Penting untuk menjaga dan memastikan Pemilu 2009, Pilpres 2009, Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel 2012, dan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Jenepeonto 2013 berjalan dengan sukses. Hal ini ditandai dengan partisipasi rakyat yang signifikan, jumlah surat suara sah yang masuk, dan minimnya konflik.(*)

Related product you might see:

Share this product :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Mallombasang Kapi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger