JEPONTO, FAJAR---Sejumlah rekanan lokal di Butta Turatea, mengeluhkan adanya pungutan yang dilakukan bendahara pengeluaran Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Jeneponto Saparuddin.
Para rekanan yang mengurus surat perintah membayar (SPM) harus menyetor biaya tanda tangan Saparuddin. Pungutan yang dilakukan oknum DPU tersebut sudah berlangsung lama. Hanya saja selama ini, para rekanan cenderung mendiamkannya.
Sebab bagi mereka yang penting dana bisa dicairkan. Biaya tanda tangan oknum Bendahara harus dibayar sebelum pencairan dana proyek. Hasil pungutan tanda tangan Saparuddin untuk memperkaya dirinya sendiri.
Para rekanan tidak bisa berbuat banyak, karena pungutan biaya tanda tangan Syafaruddin pada SPM sangat dibutuhkan untuk dijadikan persyaratan agar rekanan bisa menerima pelunasan dana proyek dari pemkab Jeneponto. Nominal pungutan biaya tanda tangan SPM bervariasi.
Pungutan tanda tangan SPM dilakukan bendahara pengeluaran DPU Syafaruddin, mendapat kecaman dari LSM Gerakan antik korupsi (Gerak) Turatea. Menurut ketuanya Hamsah Rafi menyatakan, pelayanan terhadap masyarakat dengan adanya pungutan yang dilakukan oknum tersebut merupakan preseden buruk bagi pemerintahaan sekarang.
Seharusnya para PNS yang didudukan sebagai pelayanan publik memberikan pelayanan prima pada masyarakat dengan tidak melakukan pungutan biaya tanda tangan. Karena mereka sudah digaji untuk menjalankan kewajibannya, cetus Hamsah Rafi.
"Jadi sangat disayangkan kalau melakukan kewajiban dalam pelayanan publik masih minta setoran pungutan uang, sebuah tanda tangan bendahara," kata Hamsah Rafi. Perbuatan pungutan tanda tangan SPM tidak bisa dibiarkan harus kadis dan bupati memberikan sanksi atau memberhentiknya selaku bendahara pengeluaran DPU.
Hanya saja, bila kadis PU dan bupati tidak memberikan sanksi terhadap Syafaruddin dengan memberhentikan dia selaku bendahara pengeluaran DPU. "Berarti pemerintah melakukan pembiaran atau melegalkan pungutan liar yang dilakukan oknum bendahara DPU Jeneponto tersebut," kata Hamsah Rafi.
Artinya, kata Hamsah Rafi. Adanya pungutan tanda tangan, adanya setoran ke pimpinan atasan langsung. Karena tidak adanya sanksi pemberhentian terhadap pelakunya, dengan melakukan pembiaran
Pungutan biaya tanda tangan SPM dilakukan bendahara DPU sudah sangat meresahkan para rekanan. Sebab rekanan hanya mendapatkan keuntungan sangat tipis dari pekerjaannya. "Lebih banyak biaya pungutan dikeluarkan rekanan terhadap oknum-oknum," kata Hamsah. Artinya oknunnya memberikan makan keluarganya dengan uang haram hasil paksaan yang dilakukan bersangkutan.
"Masa anggaran proyek yang mau dicairkan cukup besar, tidak ada biaya tanda tanganku. Saya tidak mau tanda tangan dulu SPM rekanan sebelum ada uangnya," ungkap Syafaruddin kepada FAJAR.
Kata dia, setiap ada rekanan yang menandatangani SPMnnya, terus terang saya meminta uang pada rekanan. Kalau rekanan tidak mau memberikan saya tidak tandatangan SPMnya. "Untuk apa ditandanya SPM pencairan dana proyek kontraktor kalau tidak ada uangnya," kata Syafaruddin. Kita bekerja ini untuk mencari uang pak, untuk biaya makan.
Kalau wartawan mau mengangkat di media silahkan, ungkap Syafaruddin. Saya tidak takut ditulis, sambil menantang wartawan. Tulis besar-besar dimedia pak. Bilang Bendahara Pengeluaran DPU Jeneponto memungut uang tanda tangan SPM pada rekanan.
Saya melakukan pungutan karena tanggungjawabnya selaku bendahara cukup besar sekali pak. "Ada masalah bukan rekanan yang dipanggil, tetapi saya pak," ungkapnya Syafaruddin.
Adanya pungutan tanda tangan SPM dilakukan bendahara pengeluaran DPU Jeneponto Saparuddin, merupakan kejahatan yang terstruktur. Sebab dari pernyataannya, kata koordinator Investigasi Lekat Tenri Umpu, kalau ada masalah bukan rekanan yang dipanggil, tetapi bendahara pengeluaran DPU.
Artinya, SPM yang ditanda tangani Saparuddin, untuk pencairan dana proyek rekanan. Banyak pekerjaan yang dinilai belum cukup 100 persen penyelesaiannya, tetapi di cairkan dananya 100 persen, ungkap Tenri. Karena dari pernyataan oknumnya sendiri sudah dapat kita pastikan ada kejahatan terstruktur.
Bahwa praktek pungutan biaya tanda tangan SPM dilakukan Saparuddin suatu tindakan pemerasan yang dilakukannya. Karena pelaku tidak mau menandatangani SPM rekanan kalau belum dikasih duit.
"Jika kami cermati praktek pungutan biaya tanda tangan SPM hampir merata di kabupaten Jeneponto. Saya curiga bentuk kejahatan ini telah terstruktur atau terencana antara Bendahara dan pimpinan SKPD bersangkutan," kata Tenri.
Pungutan biaya tanda tangan adalah salah satu fenomena yang mencuat sekarang ini. Tak peduli apakah itu institusi terhormat sampai pada masyarakat bawah, semuanya kena dampak kejam dari pungli ini.
Artinya pungutan tanda tangan dilakukan oknum bersangkutan tarif yang didapat secara tidak sah. Bukankah ini diidentikkan dengan korupsi juga.? Walaupun dalam skala yang kecil-kecilan tapi substansinya tetap sama.
Persoalan pungutan atau paksaan biaya tanda tangan dilakukan oknunnya pada masyarakat kita ini terus menggeliat sampai begitu meresahkan publik karena institusi yang seharusnya mempermudah masyarakat melakukan berbagai persoalan khususnya yang berkaitan dengan administrasi malah dipersulit dengan cara warga harus mengeluarkan duit.
Sangat kita sayangkan kalau pungutan biaya tanda tangan masih marak terjadi di DPU Jeneponto. Karena mereka sudah digaji untuk menjalankan kewajibannya.
Berbeda dengan buruh kasar tidak digaji oleh pemerintah, sehingga wajar bila minta upah jika sudah bekerja. "Sebaiknya bendahara gaji DPU menjadi buruh kasar saja, agar selesai bekerja diberikan upah," cetus Tenri. (lom)