Matinya Penegak Hukum di Jeneponto

Kajari Klaim Tidak Ada yang Mandek
BONTOSUNGGUv -- Penanganan sejumlah kasus dugaan korupsi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto, hanya setengah hati dilakukan oleh aparat penegak hukum. Banyaknya perkara yang tidak tuntas saat dilimpahkan ke pengadilan Bahkan, tiga pejabat Pemkab Jeneponto yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana iuran Askes, sebesar Rp 640 juta,

belum ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Ketiga pejabat tersebut Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Jeneponto Saleh Aburaera, Kabid Kabid Mutasi, Kepangkatan BKDD yang selaku mantan Bendahara rutin PPKAD Jeneponto Bahrun Kompa dan Sekretaris DPRD Jeneponto Ginawati Peledengi.

Belum ditetapkannya ketiga pejabat tersebut, sebagai tersangka dinilai oleh wakil pimpinan DPRD Jeneponto Andi Tahal Fasni hanya ingin ngotop namanya bagaikan artis yang ingin ditahu kalau kejari punya kerjaan.

Padahal, tak satu pun kasus korupsi dapat direalisasikan sampai menyeret tersangkanya hingga ke Pengadilan. Inilah bukti, kata Tahal, kalau penegak hukum di butta turatea hanya lemah syawat. "Kejaksaan hanya ingin mencari-cari nama saja, bagaikan artis yang mau populer. Supaya mau ditahu
kalau Kejaksaan ada kerjaan yang dilakukannya."

Namun kenyataannya, banyak kasus korupsi yang tidak sampai ke Pengadilan dengan menyeret tersangkanya. Malah, hanya jalan ditempat saja. Tidak aplikasi yang dilakukan untuk melakukan eksekusi para pejabat yang tersandung kasus korupsi. Jangan seperti artis yang hanya top di media,
sementara pemerantasan korupsi tidak ada realisasi." Sama juga dengan bohong, atau membodohi masyarakat Turatea.

Lebih baik kejaksaan saecara transparan bukaan-bukaan saja berkata dengan benar, jangan kayak orang bersih diluar, tapi didalam penuh dengan kemunafikat." Contohnya, adakah kasus korupsi yang bisa dituntaskan ke sampai ke Pengadilan. Tentu tidak ada, kalau memang ada coba tunjukkan,
tantang Tahal Fasni.

Pihaknya mencatat beberapa penanganan kasus dugaan korupsi oleh Kejari tidak tuntas terhadap sejumlah pejabat. Dia menuturkan . hal inilah yang membuat lembaga tersebut dinilai gagal dalam pemberantasan korupsi. Padahal, program pemberantasan kasus korupsi merupakan program SBY, katanya.

"Gagalnya penanganan kasus tersebut justru memperlihatkan Kejari tidak memiliki keseriusan dalam penuntasan kasus dugaan korupsi bagi pejabat tersandung kasus di butta Turatea, lebih banyak "86", " kata Tahal Fasni.

Ketidakjelasan penanganan itu terjadi pada proses penetapan status sebagai tersangka, tetapi tidak ada tindak lanjutnya hingga sekarang atau justru dihentikan.

Lebih lanjjut dia katakan, penanganan kasus dugaan korupsi di Kejari Jeneponto, selama ini berjalan lamban dan tidak progresif, apalagi terkait dengan kekuasaan politik kepala daerah. Menurut dia, hal ini harus diperbaiki, karena Kejaksaan muda diintervensi oleh pemegan kebijakan. Untuk mendapatkan dana.

"Jika tidak ingin dikatakan lembek, maka Kejari harus menunjukkan kinerjanya memberantas korupsi terutama terkait dengan kekuasaan politik dan kekuatan modal. Selama ini penanganan kasus itu tidak progresif," ujar Tahal.

Walaupun demikian, Kejari harus berkomitmen untuk memprioritaskan sejumlah kasus dugaan korupsi yang dianggap mandek penanganannya oleh lembaga tersebut, termasuk kasus yang melibatkan pejabat di butta turatea.

Matinya Penegak Hukum Di Butta Turatea

Senada diungkap Wakil pimpinan DPRD Jeneponto Syamduddin Karlos, menilai penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Butta Turatea masih sangat lemah. Di Jeneponto, sejumlah pejabat diduga korupsi tetapi tidak diproses sesuai aturan yang berlaku.

Ia menyatakan, matinya penegakan hukum terhadap kasus korupsi menjadikan koruptor terus meningkat di daerah ini. "Saya lihat di Jeneponto terjadi pada pejabat. Beberapa diantaranya sudah terindikasi korupsi dan didukung dengan bukti-bukti tapi mereka tetap dibiarkan. Mereka tidak diproses sesuai jalur hukum," ujar Karlos.

Menurutnya, matinya penegak hukum karena ada mafia yang berkuasa. " Mafia hukum sementara berkembang biak di pihak penegak hukum sehingga hukum sama sekali tidak berjalan sesuai muatannya," ujarnya. Namun sayang, penegak hukum di Butta Turatea gampang dibeli dengan uang. Artinya, siapa yang punya modal kuat, maka kebal dengan hukum.

Bahkan, dia meminta pada Kejati Sulsel, supaya Kejari Jeneponto Tubagus Arief Azis dicopot dari jabatannya. Kerena dinilai tidak mampu menangani kasus korupsi yang marak di Butta Turatea. Selain meminta Kajari dicopot.

Syamsuddin Karlos supaya jaksa yang nakal di Jeneponto juga diberikan sanksi pemecatan. Pasalnya, Masyarakat Jeneponto sudah tiodak suka sama Kajari dan Jaksa nakal yang suka menghalalkan segala cara dalam memandekkan kasus korupsi yang di daerah ini. (tim)

Related product you might see:

Share this product :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Mallombasang Kapi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger